Ini
cerita tentang kisah yang akan berlalu, yang akan kutuliskan sebelum kusimpan
erat dalam kotak kardusku. Ini tentang yang akan kulipat rapi dan kumasukkan
dalam bingkai sebagai salah satu mozaikku. Ini kisah tentang kau, aku dan cara
kita yang berbeda dalam memandang dunia. Tentang kita yang dahulu menikmati
kebodohan kita sama-sama, lalu tertawa memandang kekonyolan dunia bersama. Tentang
kita yang kini entah bagaimana caraku selanjutnya membingkai setiap memori yang
telah kita susun dan mainkan bersama. Ini semua tentang yang ingin kuungkap
ketika aku ingin berdua dengan pikiranku sendiri. Izinkan aku merangkaikan kata
dengan ceritaku yang tak seberapa.
Kita yang dulu kompak menganggap dunia yang
konyol, bukan kita yang polos. Kita selalu
tertawa bersama karena kita selalu menikmati setiap alur lucu untuk
dibingkai bersama dalam suatu sesi dongeng bersama. Kau, aku, dan dongeng kita
yang berjam-jam lamanya dan selalu membuat hari berakhir lebih manis. Kau
tempatku meluapkan setiap emosi yang kupilin di hari-hari burukku, begitu juga
ketika hariku meletup-letup penuh kejutan rasa bahagia. Kepadamu kubagikan kisah-kisah
picisanku, lalu kau bantu aku menemukan titik temu dari tiap-tiap dongeng yang
kuhamparkan.
Suatu ketika aku
pernah terjebak dalam kebodohan karena suka dengan seseorang yang “tidak
jelas”, dan akhirnya selalu membuat hari-hariku terdengar mellow dan murung.
Bodoh bukan? Hei, sekarang orang itu saja pun sudah pergi dan memulai kisah
baru dengan seorang wanita pilihannya, bukan main-main, mereka saja sudah
‘diresmikan’ oleh negara. Ketika itu, siapa tokoh utama, yang berperan sebagai
‘The Entertainer’-ku? Siapa yang selalu kudatangi dan menenangkanku dengan
eskrim dan berbagai makanan lain? Ya kau itu. Sosok dibalik penghapus
kebodohanku di masa itu. Kau selalu meyakinkanku bahwa aku pasti bisa, dan gila
saja, waktu itu kau suruh aku untuk tetap menyukainya. Kesimpulannya, aku
bodoh. Dan kau bahkan juga lebih bodoh. Kita bodoh, tapi dengan kebodohan kita
itu, kita menikmati dunia. Lucu kan? (tapi di akhir cerita tentu aku tak serta
merta menuruti saranmu, aku menghentikan kebodohanku sebelum kebodohan itu
semakin kronis dan semakin susah dihapus.)
Aku masih ingat,
hari itu. Setelah lama sekali tak bertemu. Satu semester aku tak bertemu kamu,
setelah terakhir kali kuingat kamu menangis ketika kita menonton
‘Habibie-Ainun’. (kamu tau? Wajah menangismu masih terekam jelas di kepalaku,
membuatku tertawa setiap aku mengingatnya! J) Hari itu aku
masih ingat sekali, setelah banyak ujian entah ujian semester atau tengah
semester, kesuntukan benar-benar melandaku. Ditambah lagi ketidak jelasan
tentang orang yang kusuka benar-benar menguras emosiku. Lengkap sudah! Antara
sedih tentang ujianku yang berantakan dan kesedihan lain-lain itu. Hari itu kau
tawari aku makan es krim bersama di sudut kota Surabaya yang tak ramai, tapi
juga tak sepi. Kita makan es krim bersama, sambil kau terus mendengarkan
keluhan-keluhanku tentang hari-hariku yang buruk saat itu. Hei taukah? Es krim
yang saat itu kita makan bahkan hanya segelas kecil, yang harusnya dengan
keadaan normal bisa kita habiskan dalam hitungan detik! Tapi saat itu kita
teramat berhasil membunuh waktu, sampai es krim yang hanya segelas kecil itu
berubah banyak sekali, teramat banyak, jadi kau dan aku hanya mampu habiskan es
krim kecil itu dalam hitungan jam. Istimewa. Es krimku bertambah manis, dan
jumlahnya jauh lebih banyak dari biasanya. Berlipat-lipat. Dan tepat setengah
sepuluh, es krim sepenuhnya habis. Dan, taukah? Potret dirimu yang konyol di
telepon genggamku sampai saat ini masih kusimpan. Foto yang kau potret sendiri
ditelepon genggamku. Fotomu dengan rambut plontos, topi kupluk, dan kumis serta
jenggot yang antik. Dasar aneh! J
Dan salah satu
yang paling kuingat. Kau adalah partnerku dalam menonton tiap film baru yang
diputar di bioskop. Sebenarnya aku bukan tipe yang update tentang film,
mengiingat aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan komik dan novelku atau
menggurat garis-garis abstrak dalam setiap kertas kosongku. Kau ingat? Mulai film
pertama, Habibie-Ainun, sampai film terakhir yang kita tonton. Film drama! Haha.
Pertama kalinya aku memilih genre drama untuk kutonton, karena biasanya aku
lebih suka film animasi, horror atau action. Kau ingat? Aku terlalu menikmati
film drama keluarga waktu itu. Time Travel kan judulnya? (kau tau kan aku
selalu pelupa?). aku menangis bombay hari itu. Gara-gara kisah filmnya yang
tentang keluarga. Dan aku selalu mellow menyangkut hal-hal berbau ‘kekeluargaan’
seperti itu.
Kau ingat
Minions? Animasi yang lucu itu. Ya! Meskipun sebelumnya aku belum pernah
menonton Despicable Me bagian pertama, tapi aku menurut saja ketika kau ajak
aku menonton Despicable Me II. Filmnya seru, ya? Lucu. Apalagi Minionsnya. Ada yang
berkacamata, dan matanya besar-besar. Kayak kamu yah J. Setiap aku
lihat Minions, ya aku selalu mengingatmu dan wajah konyolmu...(meskipun Minions
gak tumbuhin kumis kayak dirimu :P). Aku
ingat, aku tertawa habis-habisan waktu itu. Whatta
great day I have. Dan ingatkah? Sepulang
menonton Despicable Me II itu, kau antar aku pulang ke terminal. Terminalnya kan
jauhhhh… dan di tengah perjalanan itu, hujan turun dengan derasnya. Tanpa jas
hujan. Kau, aku, dan langit yang hujan deras. Meskipun pada akhirnya, kau paksa
aku mengenakan jas hujanmu yang hanya satu itu, sementara kau hanya berlapiskan
jaket jeansmu. Aku ingat betul bagaimana kau membujukku dengan susah payah agar
mengenakan jas hujanmu. Padahal sih, kau tak tahu seberapa aku menyenangi
hujan. Seberapa besar aku suka hujan-hujan, dan betapa telah kubilang padamu
daya tahan tubuhku yang kuat, tak bermasalah mau hujan-hujan seberapa lama pun.
Dasar ngotot! J
Belakangan ini
aku baru tahu, kalau sebenarnya kau itu tak sekuat yang kukira, daya tahan
tubuhmu tak seperti punyaku. Kau sering sakit, entah panas atau sekadar flu. Kalau
saja waktu itu kutahu kau mudah sakit jika terpapar hujan, tak akan kuizinkan
kau menuruti egoku, hujan-hujan di malam yang lumayan dingin. Maaf ya L . tapi dasar
kau aneh, kau bilang tak apa, kau bilang hari itu juga aneh sekali. Kau hujan-hujan
bersamaku, tapi tak sakit seperti biasanya. Kau bilang itu efek psikis. Hahhaha…
Alhamdulillah, aku tak membuatmu sakit. Sudah cukup aku merepotkanmu. Aku janji
lain kali aku tak akan mau hujan-hujan ria denganmu kok. Waktu itu kau ucapkan alasan
absurd dengan wajah yang selalu tersenyum
plus mata besarmu, dan hal itu selalu membuatku
percaya setiap kata-kata yang kau ucapkan. Meskipun sebenarnya aku masih ragu,
apa setelah malam itu kau benar-benar tak sakit atau tidak. Believe in your words is my pleasure, sir. J