Kamis, 07 November 2013

Tentang Kisah yang Akan Kusimpan (Part I)





          Ini cerita tentang kisah yang akan berlalu, yang akan kutuliskan sebelum kusimpan erat dalam kotak kardusku. Ini tentang yang akan kulipat rapi dan kumasukkan dalam bingkai sebagai salah satu mozaikku. Ini kisah tentang kau, aku dan cara kita yang berbeda dalam memandang dunia. Tentang kita yang dahulu menikmati kebodohan kita sama-sama, lalu tertawa memandang kekonyolan dunia bersama. Tentang kita yang kini entah bagaimana caraku selanjutnya membingkai setiap memori yang telah kita susun dan mainkan bersama. Ini semua tentang yang ingin kuungkap ketika aku ingin berdua dengan pikiranku sendiri. Izinkan aku merangkaikan kata dengan ceritaku yang tak seberapa.
 Kita yang dulu kompak menganggap dunia yang konyol, bukan kita yang polos. Kita selalu  tertawa bersama karena kita selalu menikmati setiap alur lucu untuk dibingkai bersama dalam suatu sesi dongeng bersama. Kau, aku, dan dongeng kita yang berjam-jam lamanya dan selalu membuat hari berakhir lebih manis. Kau tempatku meluapkan setiap emosi yang kupilin di hari-hari burukku, begitu juga ketika hariku meletup-letup penuh kejutan rasa bahagia. Kepadamu kubagikan kisah-kisah picisanku, lalu kau bantu aku menemukan titik temu dari tiap-tiap dongeng yang kuhamparkan.
Suatu ketika aku pernah terjebak dalam kebodohan karena suka dengan seseorang yang “tidak jelas”, dan akhirnya selalu membuat hari-hariku terdengar mellow dan murung. Bodoh bukan? Hei, sekarang orang itu saja pun sudah pergi dan memulai kisah baru dengan seorang wanita pilihannya, bukan main-main, mereka saja sudah ‘diresmikan’ oleh negara. Ketika itu, siapa tokoh utama, yang berperan sebagai ‘The Entertainer’-ku? Siapa yang selalu kudatangi dan menenangkanku dengan eskrim dan berbagai makanan lain? Ya kau itu. Sosok dibalik penghapus kebodohanku di masa itu. Kau selalu meyakinkanku bahwa aku pasti bisa, dan gila saja, waktu itu kau suruh aku untuk tetap menyukainya. Kesimpulannya, aku bodoh. Dan kau bahkan juga lebih bodoh. Kita bodoh, tapi dengan kebodohan kita itu, kita menikmati dunia. Lucu kan? (tapi di akhir cerita tentu aku tak serta merta menuruti saranmu, aku menghentikan kebodohanku sebelum kebodohan itu semakin kronis dan semakin susah dihapus.)
Aku masih ingat, hari itu. Setelah lama sekali tak bertemu. Satu semester aku tak bertemu kamu, setelah terakhir kali kuingat kamu menangis ketika kita menonton ‘Habibie-Ainun’. (kamu tau? Wajah menangismu masih terekam jelas di kepalaku, membuatku tertawa setiap aku mengingatnya! J) Hari itu aku masih ingat sekali, setelah banyak ujian entah ujian semester atau tengah semester, kesuntukan benar-benar melandaku. Ditambah lagi ketidak jelasan tentang orang yang kusuka benar-benar menguras emosiku. Lengkap sudah! Antara sedih tentang ujianku yang berantakan dan kesedihan lain-lain itu. Hari itu kau tawari aku makan es krim bersama di sudut kota Surabaya yang tak ramai, tapi juga tak sepi. Kita makan es krim bersama, sambil kau terus mendengarkan keluhan-keluhanku tentang hari-hariku yang buruk saat itu. Hei taukah? Es krim yang saat itu kita makan bahkan hanya segelas kecil, yang harusnya dengan keadaan normal bisa kita habiskan dalam hitungan detik! Tapi saat itu kita teramat berhasil membunuh waktu, sampai es krim yang hanya segelas kecil itu berubah banyak sekali, teramat banyak, jadi kau dan aku hanya mampu habiskan es krim kecil itu dalam hitungan jam. Istimewa. Es krimku bertambah manis, dan jumlahnya jauh lebih banyak dari biasanya. Berlipat-lipat. Dan tepat setengah sepuluh, es krim sepenuhnya habis. Dan, taukah? Potret dirimu yang konyol di telepon genggamku sampai saat ini masih kusimpan. Foto yang kau potret sendiri ditelepon genggamku. Fotomu dengan rambut plontos, topi kupluk, dan kumis serta jenggot yang antik. Dasar aneh!  J
Dan salah satu yang paling kuingat. Kau adalah partnerku dalam menonton tiap film baru yang diputar di bioskop. Sebenarnya aku bukan tipe yang update tentang film, mengiingat aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan komik dan novelku atau menggurat garis-garis abstrak dalam setiap kertas kosongku. Kau ingat? Mulai film pertama, Habibie-Ainun, sampai film terakhir yang kita tonton. Film drama! Haha. Pertama kalinya aku memilih genre drama untuk kutonton, karena biasanya aku lebih suka film animasi, horror atau action. Kau ingat? Aku terlalu menikmati film drama keluarga waktu itu. Time Travel kan judulnya? (kau tau kan aku selalu pelupa?). aku menangis bombay hari itu. Gara-gara kisah filmnya yang tentang keluarga. Dan aku selalu mellow menyangkut hal-hal berbau ‘kekeluargaan’ seperti itu.
Kau ingat Minions? Animasi yang lucu itu. Ya! Meskipun sebelumnya aku belum pernah menonton Despicable Me bagian pertama, tapi aku menurut saja ketika kau ajak aku menonton Despicable Me II. Filmnya seru, ya? Lucu. Apalagi Minionsnya. Ada yang berkacamata, dan matanya besar-besar. Kayak kamu yah J. Setiap aku lihat Minions, ya aku selalu mengingatmu dan wajah konyolmu...(meskipun Minions gak tumbuhin kumis kayak dirimu :P).  Aku ingat, aku tertawa habis-habisan waktu itu. Whatta great day I have.  Dan ingatkah? Sepulang menonton Despicable Me II itu, kau antar aku pulang ke terminal. Terminalnya kan jauhhhh… dan di tengah perjalanan itu, hujan turun dengan derasnya. Tanpa jas hujan. Kau, aku, dan langit yang hujan deras. Meskipun pada akhirnya, kau paksa aku mengenakan jas hujanmu yang hanya satu itu, sementara kau hanya berlapiskan jaket jeansmu. Aku ingat betul bagaimana kau membujukku dengan susah payah agar mengenakan jas hujanmu. Padahal sih, kau tak tahu seberapa aku menyenangi hujan. Seberapa besar aku suka hujan-hujan, dan betapa telah kubilang padamu daya tahan tubuhku yang kuat, tak bermasalah mau hujan-hujan seberapa lama pun. Dasar ngotot! J
Belakangan ini aku baru tahu, kalau sebenarnya kau itu tak sekuat yang kukira, daya tahan tubuhmu tak seperti punyaku. Kau sering sakit, entah panas atau sekadar flu. Kalau saja waktu itu kutahu kau mudah sakit jika terpapar hujan, tak akan kuizinkan kau menuruti egoku, hujan-hujan di malam yang lumayan dingin. Maaf ya L . tapi dasar kau aneh, kau bilang tak apa, kau bilang hari itu juga aneh sekali. Kau hujan-hujan bersamaku, tapi tak sakit seperti biasanya. Kau bilang itu efek psikis. Hahhaha… Alhamdulillah, aku tak membuatmu sakit. Sudah cukup aku merepotkanmu. Aku janji lain kali aku tak akan mau hujan-hujan ria denganmu kok. Waktu itu kau ucapkan alasan absurd dengan wajah yang selalu tersenyum plus mata besarmu, dan hal itu selalu  membuatku percaya setiap kata-kata yang kau ucapkan. Meskipun sebenarnya aku masih ragu, apa setelah malam itu kau benar-benar tak sakit atau tidak. Believe in your words is my pleasure, sir. J


I Just Want to be...

it's just like everytime i look at her, i just feel so envy.
you ever treat her like she's your princess, she's your everything.
you said that she's your moon light. she's your starlight.

then you sing together in every moment you could go.
you proud of having her beside you.
you said no matter what people say that you are ugly, as long as she said you are charming.
it's because she's your world, and you don't need other confessions about your self as long as she said you are okay.

yes boy, i've got trapped in a weird feeling.
i don't even have a right to got this.
because i am nobody, nobody.
and i just can stare you at the dark, when you are so busy on building your own world.

sometimes i just want you to said that it's me that being your princess.
it's me who's walking beside you
it's me that being the subject in your imaginations.

i want to be your reality, i want to be the name that you are always proud of.
but now i know, i have to realized.
it's cliche, but i do.

i don't want to write about love, i'm ashame.
but when i write about you, seems everything gonna be right.
as long as with you, as long as about you.




Selasa, 24 September 2013

Kalau Saja

Kalau saja cemburu pandai menyaru, mungkin tak akan kutulis hal ini disini.

Kalau saja aku benar-benar legowo atas semua yang terjadi, mungkin tak akan ada perasaan aneh merasuk di setiap kata yang terucap lewat bait-bait bernada minor.

Kalau saja kedewasaan datang padaku lebih cepat, mungkin aku tak terjebak melukai harga diri atas perasaan yang tumbuh seenaknya saja.

Kalau saja aku sedikit mengurangi sifat obsesifku, mungkin tak akan pernah terjadi akar dari jeratan bodoh ini.

Tapi mana ada kata terlambat atas segala perasaan ini?
Aku bisa menyesalinya, tapi memperbaiki harga atas perasaan adalah suatu pilihan.
Pilihan yang mudah jika aku cukup bijaksana mengatasinya.

Pada awalnya kupikir aku sudah menerima kekalahanku, dan bisa menertawakan ulah konyolku beberapa waktu lalu.
Dan kupikir aku sudah cukup pintar untuk melenyapkan segala obsesiku akan orang itu, kau.
Pada awalnya aku dibuat bodoh sekali, merelakan hakku atas kebebasan pikiran hanya karena menuruti obsesi gilaku.
Lalu perlahan kutemui jalan buntu atas ini semua.

Hey taukah kau? saat kau bertanya apakah kau penyebab kelabilanku pada saat itu, pada saat aku jawab dengan tertawa, "Tentu saja bukan. Kau itu aneh-aneh saja."
pada saat itu lebih dari separuh diriku menertawakan keadaan itu.
aku berbohong.
mungkin.
demi membela diriku atas semua rasa malu yang kudapat.

lalu kutemui banyak hal yang bisa membuatku mulai mendapatkan hak atas pikiranku, kuambil lagi pikiranku atas segala objek menyangkut dirimu. tersenyum dan mulai berdoa semoga kau dapat apa yang kau inginkan, dan aku dapat apa yang aku inginkan. lalu mencari maklumat atas segala alasan kenapa kau membuat pilihan yang tak ingin kudengar. lalu aku mulai hari-hari tanpa kegelisahan terbodoh yang kujalani.

Setelah sekian lama setelah berbagai kejadian itu, kupikir aku sudah bisa membuangmu jauh-jauh dari pikiran. lalu berlari mengejar urusan-urusanku lagi. tapi hari ini aku salah. perasaan itu muncul lagi. cukup dengan melihat fotomu bersama pilihanmu. bodoh ya? iya aku bodoh sekali :P

tapi aku kehilangan kontrol atas pikiranku. walau aku berusaha menyamarkan rasa termenyebalkan bernama cemburu, tetap saja aku masih terprovokasi. bodohnyaaaa....
dan sialnya, kau benar-benar akan memilih hal itu sebagai jalan hidupmu selanjutnya. aku bilang, Jalan Hidupmu. benar-benar jalan hidupmu.

Yasudahlah, seperti biasa. aku hanya bisa melabeli semua perasaan aneh ini dengan kata "disimpan". mencoba legowo dan menerima, lalu merubah diri lebih dewasa. mengurangi segala kebodohanku agar aku bisa lebih baik dari waktu ke waktu. benar-benar lebih baik!
jadi, kuterka saja, setelah ini aku bisa tersenyum dengan kebahagiaan maksimalku lagi. setelah kuungkapkan semua perasaan lewat cerita ini.
berjuang dari seorang introvert menjadi ekstrovert.
berusaha mengurangi kemungkinan kebodohan-kebodohan lain yang mungkin akan kulakukan.

bersamaan dengan berakhirnya tulisan ini,
sekali lagi. aku berharap kau bahagia, hai mantan objek obsesi terbodohku.
kau berhak mendapatkannya ;)
dan aku akan mencari mozaik-mozaikku setelah ini. dan akupun berhak atas kebahagiaan-kebahagiaan lain yang luar biasa setelah ini.

Bismillahirrahmanirrahim, semoga kau di rahmati Allah sesuai arti namamu.
dan sebaliknya, aku juga.
selamat tinggal kebodohan masa lalu,
aku akan menertawakan hal ini suatu saat, mungkin :)))))




Senin, 23 September 2013

"Menunggu"


aku tak mau terjebak pada baitku sendiri
memaksakan pilihan karena tak ada jalan lain adalah kebodohan yang nantinya akan kusesali.

aku hanya perlu bersabar sambil merajut setiap kemungkinan yang digariskan takdir.
berusaha mencari benang terbaik yang bisa kurajut,
untuk kurajut sebaik-baik rajutan,
yang tak barang sepicing pun kutinggalkan  nantinya.

percaya,
takdir punya skenario dari Tuhan yang masih disembunyikan tanpa perlu diragukan.
dia nyata, tapi masih malu-malu menunggu kau menjemputnya.

Tuhan simpan dia di tempat semestinya,
menunggu kau mendaki tangga yang sama.
sama tingginya,
 atau sama rendahnya. 

Sekarang,
tak ada jalan terbaik selain mulai mendaki.

Curhat Ala Saya


           Kadang kita gak tau apa yang terjadi pada kita. Esok kita jadi apa, dimana, atau gimana hidup kita. Yang jelas, buat kita kadang jadi anak2 lebih menyenangkan (mungkin). Kadang kita mikir, hidup kita sekarang gak bisa semurni dan sebahagia wajah polos kita saat usia 4 tahun. Dimana masa itu kita gak mikir masa depan, gak punya masalah apapun, sama siapapun, dan selalu ceria. Mentok sih ngambek gara2 gak dikasih mainan aja. 


Masa transisi kayak gini itu berat ya, khususnya untuk tipe intovert begini. Mau curhat pun , salah. Gak curhat jg salah. Dicurhain ke sahabat atau org terdekat pun bisa jadi masalah , karena gak semua curhat menyelesaikan masalah. Misalnya kalo kamu punya masalah keluarga, kamu cerita sama orang lain itu sama halnya kayak kamu ngumbar keburukan keluargamu sendiri. Ujung2nya bakal dianggep durhaka, kurang ajar, kekanak2an, dll. Lahhh semakin berat saja kehidupan si introvert. Cerita salah, gak cerita ntar numpuk di pikiran sendiri, stress, depresi, trus gak tau kelanjutannya gimana. Ya kan? Kadang siap mau curhat pun seringnya gak tau harus mulai darimana dan sama siapa. Sangat sangat sangat sedikit orang yang “diperbolehkan secara resmi” jadi ajang tempat sampah, khususnya sampah yang bertaun-taun numpuk tanpa dibuang sedikit pun. Gila aja, iya kalo sampahnya dikit, Lah kalo sampahnya setara sampah yang dihasilkan Jakarta dalam itungan taun, siapa yang mau juga coba?  Ironis kan?

Hmmm... kadang-kadang di masa nanggung gini, dewasa belum anak2 kagak lagi, kita bakalan susah cari jati diri kita *ceilah*. Kita ini siapa, mau kita apa, apa yang kita kejar, dan mau jadi gimana nantinya. Terlalu banyak musim yang bisa bikin kita bingung. Musim galau, musim ceria, bahkan musim muram durja pun ada. Dan itu gak tanggung2, gak ada siklus pasti. Seringnya sih gantian secara ekstrem. Ibarat alam, masa transisi itu global warming besar2an, dimana sering kemarau panas, terus musim jadi gak konsisten, nggak pasti datangnya gimana. Udah global warming, diikuti hujan asam , efek rumah kaca dan kemarau cinta *ehem, gak nyambung*. Pokoknya masa transistor (iye, ini pasti salah nulis) itu kayak kodok nginjek wajan bekas masak deh, loncat-loncat gak karuan. Dan masa transisi itu wajib dilalui setiap insan yang mau naik level, dari abege galau ke mantan abege yang masih tetep galau. Haduh repot ya. Ehem. Ehem. Galau jaya.

Dan parahnya suasana sendirian itu penyulut galau, kayak minyak tanah. Galau itu api, minyak tanah it kesendirian. Dimana minyak tanah kesolot dikit aja bakal nyembur2 gak karuan. Aduh bahaya kan. Coba aja kalo minyak tanah nya itu dalam kadar yang overdosis gini, makin parah lah apinya nyembur. Kebakarlah badan kita. Kepanasan. Loncat2. Goyang aserehe. Goyang inul. Panas. Rancak. Cadas. Kronis.

Dan akhirya situasi gak wuuuenak kayak gini berakhir dengan mencari sesuatu yang bisa dibelai, diraba, dilihat, diterawang, dan penuh kehangatan (baca : leptop). Itupun kita gak tau mesti ngapain itu leptop . entah dibanting, dipake kain pel, atau bahkan dimakan. Bagus. Seringnya sih buka galeri, dengerin lagu. 

5 menit pertama, girang . bagai menemukan cinta yang telah lama hilang

10 menit, bagaikan lihat wajah kekasih yang tanpa ekspresi 
selama 10 taun. Mulai bosen, tapi maksa tetep bertahan karena masih sedikit cinta *cieehh

15 menit, naluri ilmiah untuk membanting leptop mulai tumbuh

20 menit, matikan saja, kalau bisa dengan cara eksotis , anarkis bin ngawuritis. Banting, patahkan, kremasi!!

Dan akhirnya… tetep bingung mau ngapain.

Sampai akhirnya, ada saat-saat dimana lebih baik kita pendam aja cerita yang menyulitkan itu.  Sialnya, memendam itu sama sulitnya kayak memecahkannya. Ujung-ujungnya cari pelarian. Pelarian positif, harusnya. Yah walopun si penulis yang gak jelas binti galau ini sedikit-sedikit tau, kalo melarikan diri dari masalah adalah salah satu pilihan buruk. *sok-sokan, efek matkul psikologi.*

Tapi, mau gimana lagi, kalau kita sendiri gak tau jalan yang benar dan gak bisa ngapa-ngapin selain ngegalau?

Jawabannya; 

Lupakan meski susah, 

Cari keramaian,

Senyum,

Ketawa,

Ngakaklah sebisamu. 

Cari hal-hal menyenangkan yang bikin enjoy atau bikin minimal senyam-senyum sendiri. Bukan, bukan mikir yang enggak-enggak sambil mimisan mikir hal jorok ala komik-komik sambil senyam-senyum di pojok kayak shinchan, bukan!

Lalu, apa?

Kalau buat si penulis abnormal ini ya salah satunya sih nulis gini.

Kalau kamu,

Gimana? ;)

Minggu, 22 September 2013

Aku Jingga!

Aku jingga,
dalam gurat senja.

kepada pergantian antara terang
dan gelap tabuh genderang
kugantung mimpi dalam balutan busana perang

aku mozaik yang merindu,
mencari harapan untuk dipandu

Aku jingga,
peranakan kerasnya merah darah
namun jatuh bangun hendak merubah spektrumku sendiri

Aku hasil pendar semburat langit
kala matahari merebahkan peraduannya.
tergores diantara awan emas dan perak membentang

Jingga, kutanya pada diriku
pada jalan mana lagi kau injakkan kakimu?